Berbagai
peristiwa dan permasalahan-permasalahan yang menghinggapi Negara Indonesia dan
pemerintahan Indonesia sedikit terbersit dalam benak seluruh pengamat politik
Indonesia, apa yang salah terhadap sistem pemerintahan Negara Indonesia? Negara
Indonesia yang hampir memasuki 67 tahun kemerdekaannya masih saja diliputi
berbagai macam polemik, padahal ketika masa perjuangan yang di pimpin oleh Ir.
Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta kala itu, Negara Indonesia menuai berbagai
macam pujian dan pemerintahan Uni Soviet yang kala itu menjadi negara adi
kuasa, Ir. Soekarno pun menjadi tokoh yang sangat di segani oleh para pemimpin
negara-negara lain kala itu dengan kekuatan orasinya yang sangat menggebu-gebu
dan lantas dinobatkan sebagai salah satu tokoh yang sangat berpengaruh di
dunia.
Namun kini
Negara Indonesia yang telah merdeka dan sedang berkembang memiliki masalah
politik yang sangat-sangat memprihatinkan, dari kasus pembakaran diri oleh aktivis
mahasiswa Sondang Hutagalung hingga kini kasus korupsi yang dilakukan oleh
kader partai nasional di Indonesia yang masih belum memiliki solusi dan jalan
keluar. Nah lantas gejolak-gejolak dan permasalah yang seperti itu di akibatkan
oleh pemerintah yang kurang tegas dalam menjalankan pemerintahan atau ada yang
salah dari para wakil-wakil rakyat?.
Indonesia
memiliki UU yang berpijak dalam azas-azas dasar Pancasila sebagai landasan
Negara, negara Indonesia kini “disebut” sebagai Negara Demokrasi, makna dari
Demokrasi adalah
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara/kekuasaan ditangan rakyat) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pilar demokrasi dikenal dengan sebutan Trias Politica
yaitu membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif/pemerintah, yudikatif/Mahkamah Agung dan legislatif/DPR) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan
berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain.
Demokrasi di Indonesia dikenal dengan Demokrasi terpimpin yaitu
di dasarkan atas UUD’45 dan Pancasila. Bebas bersuara juga menjadi ciri khas
dari Negara yang menganut sistem Demokrasi dalam pemerintahannya, tetapi yang
sangat memprihatinkan dimana sistem Demokrasi malah di salah artikan oleh
beberapa gelintir pihak, kenyataannya yang terjadi di Indonesia di mana semua
elemen bebas mengeluarkan pendapat tidak sama ketika pada masa dinasti Orde
Baru yang sedikit saja mengkritik pemerintahan langsung “diangkat” dan
dihilangkan jejaknya, di Indonesia semua elemen bebas mengeluarkan pendapat
bahkan sampai “meludahi” Presiden RI.
Berita-berita hangat pada media surat kabar dan elektronik kini
menjadi sangat menarik di tonton, manakala Presiden SBY pernah di identikkan
dengan seekor sapi, nah inilah dampak dari Azas Demokrasi, bagaimana jadinya
jika rakyat dari sebuah Negara tidak lagi menghormati pemimpinnya? Pada hakikatnya yang disebut bebas mengeluarkan
pendapat adalah memberikan atau menawarkan solusi kepada pemerintahan untuk di
jalankan jika terdapat sesuatu yang salah, tetapi kini yang terjadi adalah
ketika aksi demonstrasi dijadikan sebuah alat politik untuk menurunkan sebuah
pemerintahan dan menyudutkan pemerintahan ketika ada permalasahan-permalasahan
tanpa memberikan solusi.
Kembali coba kita tinjau dari beberapa isu politik yang mencuat,
di mana sistem Demokrasi di Indonesia di tegakkan? Korupsi masih terjadi,
bahkan pelakunya saja hanya mendapat hukuman yang ringan dibandingkan dengan
para pelaku pencuri sandal, pencuri ayam dan pencuri-pencuri kelas teri
lainnya, jika Azas Demokrasi benar-benar ditegakkan pastilah pelaku-pelaku KKN
di kenakan ganjaran yang berat karena telah merugikan Negara dan Rakyatnya.
Tetapi kenyataannya berbalik 180 derajat.
Lantas apakah Negara Indonesia masih layak menganut sistem
Demokrasi dengan berbagai macam persoalan di atas ? Sebetulnya Indonesia pernah
“mengecap” suatu sistem pemerintahan yang berazaskan Komunis ketika Ir.
Soekarno menjadi Presiden RI pertama, ketika itu Ir. Soekarno dengan faham dan
ideologi komunisnya membela habis-habisan kaum marjinal dan faham komunis di
modifikasi dengan ideologinya sendiri yang dikenal dengan “Marhaenisme”.
Marhaenisme dan komunis merupakan ideologi yang sama-sama
memperhatikan nasib rakyat biasa, jika Ideologi Komunis diciptakan oleh Karl
Marx dan Lenin, maka Marhaenisme diciptakan oleh Ir. Soekarno, kedua Ideologi
tersebut erat kaitannya mengantar peradaban Bangsa Indonesia kala itu,
Indonesia menjadi bangsa besar dengan menganut faham “Kepemilikan bersama”
sebelum Kekuasaan Ir. Soekarno ditumbangkan. Ada beberapa pendapat jika Ir.
Soekarno masih saja menjadi Presiden RI, bisa jadi Negara Indonesia akan
sedikit mendekati Negara Rusia yang menganut Faham murni komunisnya, tetapi
lagi-lagi karena kekuatasn Uni Soviet (Rusia) kala itu dengan agennya yang
bernama KGB mencoba untuk melangserkan Ir. Soekarno, hal ini masih menjadi
tanda tanya, dan meletusnya insiden G30S-PKI ada indikasi campur tangan Amerika
dengan CIAnya dan Uni Soviet dengan KGBnya.
Nah kembali kita kepada Negara Indonesia yang berazaskan
Demokrasi saat ini dimana semuanya bebas bersuara tetapi hanya mengkritik
bahkan sampai melecehkan Presidennya sendiri, lantas pertanyaannya apakah Azas
Demokrasi masih layak bagi Negara Indonesia, atau kembali dengan faham komunis
murni dengan contoh Negara maju semisal Rusia dan Republik Rakyat Cina yang
kebebasan bersuara sedikit tetapi rakyat makmur dan tunduk dengan menghormati
pemerintah ataukah Negara Indonesia cocok dengan sistem Negara Iran yang
menjadi satu-satunya Negara Islam di dunia yang menjalankan pemerintahan sesuai
Al-qur’an dan Al-Hadist?
Oleh :
M. Hanif Taufik R.H
Mahasiswa Semester Akhir di Universitas Serambi Mekkah