BANDA ACEH,
Aceh News - Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) Aceh dalam repliknya di PTUN Banda Aceh menyampaikan bahwa
kerusakan yang terjadi di hutan Gambut Rawa Tripa, adalah nyata dan
didasari oleh fakta-fakta sebenarnya. WALHI Aceh menyampaikan hal ini
sebagai tanggapan atas jawaban pihak tergugat I dan II intervensi yang
menyatakan bahwa kerusakan hutan Rawa Tripa masih berupa hayalan.
Sidang PTUN berlangsung pada Rabu (25/01/2012) dengan agenda replik dari WALHI Aceh berlangsung
singkat, sekitar 20 menit yang dimulai pada pukul 12.00. Pengacara WALHI Aceh yang
diwakili oleh Jehalim Bangun SH dan Nurul Ikhsan SH juga mengatakan eksistensi
tergugat II Intervensi (PT Kallista Alam) terhadap areal perkebunan sawit
adalah kebohongan belaka, dengan memanfaatkan dan memanipulasi
keputusan-keputusan Tata Usaha Negara yaitu Surat Dinas Kehutanan Provinsi Aceh
Nomor : 522.51/4302.II tanggal 16 April 1999 dan SK Bupati Nagan Raya Nomor :
5222/104/2008 tanggal 05 Febuari 2008.
“Seandainyapun benar perbuatan Tergugat II Intervensi
tersebut, nyata-nyata telah menyalahi prosedur dan ketentuan yang berlaku
karena tidak memiliki izin untuk melakukan kegiatan pembersihan lahan untuk
penanaman, karena SK Bupati Nagan Raya Nomor : 5222/104/2008 tanggal 05 Febuari
2008 tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum bagi Tergugat II
Intervensi untuk penguasaan lahan, selain itu SK Bupati tersebut ternyata
telah habis masa berlakunya terhitung sejak tanggal 5 Febuari 2011,”jelas
pengacara WALHI Aceh, Nurul Iksan.
WALHI Aceh yang mewakili Tim Koalisi Penyelamatan Rawa
Tripa mengajukan gugatan kepada Gubernur Aceh atas pemberian Surat Gubernur No.
525/BP2T/5322/2011 tanggal 25 Agustus 2011 tentang Izin Usaha Perkebunan
Budidaya kepada PT. Kalista Alam, di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh dengan luas areal +1.605 Ha.
Menurut WALHI Aceh lahan seluas 1.605 yang menjadi lokasi
yang dimohonkan oleh Tergugat seluruhnya masuk kedalam Kawasan Ekosistem
Leuser yang berupa hutan rawa primer dengan vegestasi tergolong rapat.
Akan tetapi kondisi tersebut berubah setelah Tergugat II Intervensi melakukan
kegiatan pembukaan lahan, sehingga vegetasi hutan menjadi rusak. Hal ini
diperkuat dengan surat dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Nomor
525/BP2T/1295.2/2011 tanggal 25 November 2011 perihal Pemberhentian Kegiatan
Sementara, pada diktum 1.a. yang berbunyi ...karena areal tersebut termasuk
dalam Hutan Rawa Gambut Tripa, juga termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.
Selain itu Tergugat II Intervensi dianggap telah
berbohong tentang jenis tanah gambut di lokasi perkara. PT Kallista Alam
menyatakan kedalaman tanah gambutnya hanya 0,5 – 1 meter dan tidak ditemukan
rawa-rawa. Dimana fakta sebenarnya kedalaman tanah gambut di lokasi perkara
mencapai 2,75 meter sampai dengan lebih dari 3 meter berdasarkan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL) Kegiatan
Perkebunan Kelapa Sawit PT. KALLISTA ALAM, yang disusun oleh PT. Dypersi
Konsulin Utama dan sudah disahkan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Nagan
Raya Nomor 660/116/LHK/2009 tanggal 16 April 2009.
Pengacara WALHI Aceh dengan mempertimbangkan replik
tersebut meminta majelis hakim menolak eksepsi Tergugat II Intervensi untuk
seluruhnya. Kemudian mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya dan
menghukum Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara
ini. (Md)