Ketika ide mencuat ingin mengulas
kausalita tragedi yang nyaris mernggut nyawa manusia di negeri seribu bukit
yang indah ini, penulis masih tersulut emosi.
Linangan air mata seakan ingin tumpah
diatas kertas yang putih bersih ini, mengenang terjadinya peristiwa anarkis
yang sama sekali tak terduga sebelumnya.
Warga Gayo Lues yang terkenal ramah dan
santun tiba-tiba beringas, sehingga beberapa sarana vital pelayanan masyarakat
hangus jadi abu.
Dan yang paling amat disesalkan adalah
berapa rapuhnya penegakan hukum di negara tercinta ini.
Deklarasi Pemilu Kada damai yang dipandu
oleh ketua MPU Gayo Lues Tgk. H. Bahrinsyah diatas pentas depan Masjid
Agung Blangkejeren serta diikuti Ketiga
Pasangan Calon Kepala Daerah yang akan bertarung, hanyalah berupa ikrar yang
diingkari.
Prasasti yang di tandatangani peserta
pemilu kada serta petinggi-petinggi negeri ini merupakan Monumen Kebohongan sebagai
saksi bisu yang diwariskan kepada generasi penerus Gayo Lues mendatang yang
sama sekali tidak pantas di tiru oleh siapapun juga.
Sesuai dengan prisnsip dan falsafah
hukum yang menyebutkan Meskipun Langit
Akan Runtuh, Hukum Harus Ditegakkan, maka penulis sepakat agar pelaku-pelaku
anarkis diadili sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia
dalam kondisi apapun juga.
Akan tetapi tidak adil namanya kalau
yang menjadi pemicu dan penyebab terjadinya tindakan anarkis tersebut lepas
dari tanggung jawab dan bebas dari jeratan Hukum.
Dengan tetap mengedepankan Azas Praduga
Tidak Bersalah dan Independensi Jurnalis, penulis akan mencoba menelusuri
kronologis peristiwa tragis ini mulai dari awalnya.
Akan tetapi penulis hanya menulis secara
tersamar oknum yang diduga pemicu kejadian ini namun mudah di fahami, karena
bagaimanapun juga dia adalah sosok publik figur yang pantas dihormati.
Sejak awal pendaftaran pasangan Calon
Kepala Daerah telah nampak gejala-gejala akan terjadinya hal-hal yang kurang
menguntungkan antara lain pamer kekuasaan, bermain politik uang, melibatkan PNS
sebagai pendukung teras melanggengkan kekuasaan terutama oknum kepala dinas
yang takut lepas jabatan maupun oknum PNS yang mengincar jabatan tertentu.
Hal ini mungkin disebabkan karena
ringannya sanksi pidana bagi pelanggaran atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah Paragraf ketujuh ketentuan pidana pemilihan Kepala
Daerah dan wakil Kepala Daerah yang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dalam Pasal 117 Ayat (2) Undang-Undang
tersebut diatas menyebutkan setiap orang yang sengaja memberi atau menjanjikan
uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak
pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan
cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana
penjara, paling singkatnya 2 (Dua) bulan dan paling lama 12 (Dua Belas) bulan
dan/atau dengan paling sedikit Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) Oleh karena itulah barangkali oknum PNS
menyusup kekampung-kampung membujuk Kepala Desanya agar merayu rakyatnya
memilih calon tertentu, padahal seharusnya PNS sesuai dengan PP No. 53 Tahun
2010 tentang disiplin PNS tidak diperkenannkan menjadi pendukung salah satu
calon dalam Pemilu Kada.
Oleh pasangan lainnya pelanggaran ini
sudah ditemukan dan diinvetarisir dan telah dilaporkan kepada Panwaslu Kada
untuk ditindaklanjuti bahkan konon sebahagian sudah diproses dan diteruskan ke
Polres untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan ke untuk menetapkan
tersangka guna dilimpahkan ke Pengadilan.
Tetapi tidak diperoleh kejelasan apakah
Polres sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan dan kapan dilimpahkan ke
pengadilan. Masih mengundang tanda tanya besar.
Pasca pencoblosan oleh Tim Sukses salah
satu pasangan calon menemukan pelanggaran serius, karena petugas KPPS melakukan
penghitungan suara dalam ruangan tertutup yang hanya dihadiri oleh beberapa
orang saja, sehingga pada keesokan
harinya atau tepatnya tanggal 10 April 2012 terjadi unjuk rasa besar-besaran
kekantor KIP Gayo Lues oleh Massa pendukung dua pasangan calon yang merasa
dirugikan, sehingga satu unit mobil operasional KIP hangus.
Untuk meredam amuk massa, sekitar jam
20.30 Wib dibuat pernyataan bersama tulisan tangan yang berbunyi :
Pada hari ini Selasa 10 April 2012 jam
20.30 Wib. Kami yang bertanda tangan dibawah ini bersepakat untuk menghentikan
sementara tahapan proses penghitungan surat suara Pemilu Kada Kabupaten Gayo
Lues 2012-2017 sampai terbukti seluruh laporan pelanggaran Pemilu Kada yang
disampaikan kepada Panwaslu, demi keamanan dan ketertiban masyarakat Gayo Lues.
Pernyataan ini berlaku sejak ditandatangani
Blangkejeren, 10 April 2012.
Yang membuat kesepakatan :
Ketua Panwaslu
- Said Muchtar (ditandatangani dan
setempel)
- Siaruddin (ditandatangani dan
setempel)
- Drs. Hendri (ditandatangani dan
setempel)
- Sahmur, SH. MHUM (tanpa tanda tangan)
- Ali Nurdin, S.Kom (ditandatangani)
Ketua KIP Gayo Lues
- Alfin Anhar (ditandatangani dan setempel)
Kapolres Gayo Lues
- Drs. Sofyan Tanjung (ditandatangani)
Dandim 0113/GL
- Rusdi Sip (ditandatangani)
Ketua DPRK Gayo Lues
- H. Muhammad Amru (ditandatangani dan
setempel
Perwakilan masyarakat
- Drs. Sudirman S (ditandatangani)
Koordinator lapangan
- Saparudin Telpi (ditandatangani)
Perwakilan Mahasiswa
- Dedy Kurniawan Yunus, SS
(ditandatangani)
Perwakilan LSM
- Burhanuddin, S.Sos (ditandatangani)
Setelah
pernyataan dibacakan dihadapan mereka pengunjuk rasa lega kemudian mereka
membubarkan diri dan malam itu suasana aman.
Akan tetapi pada keesokan harinya
terbetik berita entah siapa yang memerintahkannya Panitia Pemilihan Kecamatan
yang bermarkas di Kantor Kecamatan Blangkejeren melakukan rekapitulasi
perhitungan surat suara.
Berita
yang dianggap telah melanggar kesepakatan begitu cepat tersiar sehingga unjuk
rasa tanpa komando terjadi kembali dan diduga mereka menemukan petugas sedang
melakukan perhitungan suara, akibatnya akumulasi kekecewaan memuncak akhirnya
Kantor Camat Blangkejeren jadi sasaran, mobil dinas Camat dibakar menyusul
Kantor KIP Gayo Lues, Kantor Camat Dabun Gelang dan Kantor Camat Blangpegayon
hangus jadi santapan si jago merah.
Pada
keesokan harinya ibukota Kabupaten Gayo Lues Blangkejeren mencekam, aktifitas
warga terhenti kantor-kantor pemerintahan lengang dan beberapa Kepala Dinas
mengungsi ada yang keluar daerah.
Dan
masih banyak berita-berita miris laiinya yang berkembang dan belum tentu ada
kebenaranya diantaranya tentang Fragmen Opera Sabun Versi Orde Baru dipertontonkan
kembali.
Ceritanya pada jadwal akhir kampanye
salah satu pasangan calon mendapat kesempatan berkampanye dikecamatan tempat
lahir mantan petinggi Gayo Lues.
Akan
tetapi mereka diterima secara tidak bersahabat, karena Masjid tempat ibadah dikunci,
air dikeringkan, warung-warung disuruh tutup dengan imbalan Rp 1.000.000,-
(satu Juta Rupiah) setiap warung asal tidak dibuka untuk hari itu, bahkan
katanya nasi yang mereka bawa sempat dicuru oleh orang yang tidak dikenal.
Camat
beserta Tripida setempat seakan tidak berdaya mencegahnya, meskipun rombongan
tim kampanya maupun pengunjung yang merasa kesulitan melaksanakan Shalat Dzuhur
dan Asar, masih beruntung karena masih ada sungai yang mengalir didekatnya
untuk mengambil air wudhu’ sehingga tidak ada insident apa-apa sampai mereka
kembali ketempat masing-masing.
Kejadian
demi kejadian ini amat disayangkan dan disesalkan oleh karena Kabupaten yang
diperjuangkan oleh para tokoh dengan dukungan segenap komponen masyarakat Gayo
Lues Bukan Menjadi Rahmat Tetapi Menjadi Laknat.
Peristiwa
yang mengenaskan ini masih menyisakan pertanyaan Apakah Ada Oknum Aparatur
Pemerintah Dan Keamanan Ikut Bermain Didalammya?
Kalau memang ada, sangat patut
disesalkan dan oknum yang bermental seperti itu pantas dicopot dari jabatannya
karena telah melanggar sumpah yang diucapknnya.
Akhirnya sambil menantikan proses hukum
dari rentetean peristiwa yang memilukan ini, marilah kita berdo’a agar hal-hal
seperti ini tidak terulang dimasa yang akan datang.
Semoga Allah yang Maha Kuasa tetap
melindungi hambanya yang benar.
Amin Yarobbal ‘Alamin
Penulis adalah Oleh : Syamssuddin Said wartawan/aktivis
LSM/Pemerhati Sosial Politik dan Budaya/Orang Tua, tinggal dikampung Bacang
Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Blangkejeren.