Ketika melihat kehidupan masyarakat Aceh
ada sesuatu hal yang patut dipertanyakan, benarkah karakter dan budaya orang Aceh
seperti sekarang ini yang diwariskan oleh para endatu, memang karakter dan
budaya masyarakat Aceh saat ini ada sisi positifnya juga, ketika kita melihat
dari satu sisi dimana dengan karakter dan budaya masyarakat Aceh seperti ini,
setidaknya dapat meminimalisirkan pelanggaran Syariat Islam di Aceh, tapi ada
sesuatu yang patut kita pertanyakan dimana budaya kheun keugop “mengumpat”
seperti apa yang Rasulullah S.A.W.
bersabda yang bermaksud "Mengumpat itu ialah apabila kamu menyebut perihal
saudaramu dengan sesuatu perkara yang dibencinya." (Hadis Riwayat Muslim).
Budaya mengumpat
yang terjadi di Negeri Syariat Islam ini bukan hanya dalam bentuk mulut
kemulut, banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat Aceh yang telah menjadi budaya
membanggakan masyarakat Aceh ini, seperti maraknya penemuan kasus Video dan Foto
pelanggaran Syariat Islam di Aceh yang dipublikasikan oleh masyarakat Aceh
sendiri.
Padahal
Sabda Rasulullah S.A.W. mengatakan: Awaslah dari pada mengumpat kerana
mengumpat itu lebih berdosa daripada zina. Sesungguhnya orang melakukan zina,
apabila dia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya. Dan sesungguhnya orang
yang melakukan umpat tidak akan diampunkan dosanya sebelum diampun oleh orang
yang diumpat" (Hadis riwayat Ibnu Abib Dunya dan Ibnu Hibbad). Jelas Nabi
bersabda bahwa orang yang mengumpat lebih besar dosanya dari pada orang yang
melakukan zina dan sesungguhnya orang yang mengumpat akan mendapatkan kerugian
besar di hari Akhirat.
Melihat
dari sabda Rasulullah S.A.W jelas, dimana karakter dan budaya masyarakat Aceh
yang membanggakan mengumpat ternyata tidak sesuai dengan Syariat Islam yang di
agung agungkan oleh masyarakat Aceh saat ini, padahal orang yang yang sering
mengumpat orang lain tersebut perilakunya lebih buruk dari pada orang yang di
umpat tersebut, ini sudah menjadi kondisi yang lazim di Aceh ketika ada sesuatu
kejadian pelanggaran Syariat Islam di Aceh lalu orang yang mengetahuinya akan
menceritakan kepada orang lain dengan panjang lebar dan secara detail.
Bila
kita merujuk pada sabda Rasulullah S.A.W ini suatu kondisi yang memprihatikan
dan tidak sesuai dengan budaya masyarakat islam secara keseluruhan, bahkan
lebih hina dari pada orang yang melakukan pelanggaran syariat islam tersebut.
Budaya
mengumpat tersebut saat ini semakin lazin dilakukan oleh masyarakat Aceh,
apalagi ketika Syariat Islam diberlakukan pada Provinsi ini, padahal
pemberlakuan Syariat Islam di Aceh seharusnya mengurangi perilaku yang
menyimpang dari ajaran Islam, tapi kenyataannya budaya dan karakter masyarakat Aceh
semakin jauh dari ajaran Islam.
Kondisi
budaya masyarakat Aceh mengingatkan saya pada sebuah Film Drama Indonesia
berjudul “Perempuan Berkalung Sorban” yang
diperankan oleh Revalisa S Temat (Annisa),
namun saya tidak menceritakan keseluruhan dari cerita film tersebut, saya ingin
mencontohkan ketika pada cerita film tersebut Annisa dituduhkan melakukan zina
oleh suaminya disebuah gubuk, sehingga sang suami meminta istirnya untuk
dihukum secara bar-bar, hampir saja hukuman bar-bar itu terjadi, lalu apa yang
terjadi, seorang ibu yang merawat Annisa sejak kecil menyelamatkannya dengan
mengambil satu batu lalu menanyakan kepada semua orang yang berada pada
lingkaran Annisa “Siapa Yang Tidak Pernah
Berdosa” ambil batu ini lemparkan kepada dia, ternyata tidak ada satupun
yang mengambil batu pada ibu tersebut untuk melemparinya.
Singkat
cerita Annisa pun di usir dari pesantren tersebut, sehingga dia menjadi lebih
terbuka dengan kehidupan barunya, dia bersama pemuda tersebut menjadi lebih
baik dari pada suami yang pernah menuduhnya melakukan zina.
Cerita
singkat Film Perempuan Berkalung Sorban tersebut menginspirasikan kita untuk
tidak menjadi orang yang selalu menuduh, memfitnah bahkan mengumpat orang lain,
karena pada kenyataannya kita tidak lebih baik dari pada orang lain. Islam
tidak mengajarkan kita untuk saling fitnah, islam tidak mengajarkan kita untuk
saling menghormati, menghargai dan Islam juga mengajarkan kita untuk menegur
seseorang itu dengan perkataan lembut ketika apa yang dilakukan salah dan tidak
sesuai dengan syariat islam, bukan dengan cara penegakan Syariat Islam secara
kasar, seperti yang terjadi di Aceh saat ini, karena kekerasan tidak pernah
menyelesaikan permasalahan.
Penulis
:
Srabah
Yudi
SekJend
PEMA dan Mahasiswa Teknik Industri Univ. Serambi Mekkah