Kerusuhan pemilihan kepala daerah di beberapa daerah akhir-akhir ini terjadi dan menarik perhatian, misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Pilkada yang kemudian disertai protes, unjuk rasa, dan bentrokan terjadi di banyak tempat lain. Wajar bila hal itu membuat perhatian banyak kalangan, seperti masyarakat umum, masyarakat politik, dan pemerintah. Kebanyakan bentrokan pilkada terjadi setelah pemilihan berlangsung, tatkala hasil pencoblosan mulai dihitung dan tanda-tanda kemenangan jatuh pada salah satu pasangan calon gubernur dan wakilnya atau calon bupati dan wakilnya. Kerusuhan lebih banyak terjadi setelah pencoblosan dari pada tatkala berlangsung kampanye. Latar belakang, alasan, sebab protes, kerusuhan, dan bentrokan itu hampir-hampir klasik, ya itu-itu juga, yakni tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran hukum. Penghitungan suara dinilai oleh salah satu pasangan cela, digelembungkan, direkayasa. Panwaslu, panitia pengawasan pilkada, tidak independen dan netral. Bahkan KPUD, Komisi Pemilihan Umum Daerah, pun digugat. Protes muncul disertai unjuk rasa. Unjuk rasa melanggar aturan karena tak terkontrol, maka terjadilah bentrokan dengan petugas ketertiban umum.
Bisa juga bentrok antarpendukung peserta pilkada. Kejadian itu tentu saja disiarkan oleh media massa karena peristiwa itu menarik ataupun karena itulah cara media melakukan kontrol. Kesan dan dampak pun terbuka, serentak, dan interaktif. Harapan kita adalah demokrasi yang damai tidak disertai unsure kekerasan. Termasuk juga kebebasan menyampaikan pendapat termasuk melalui unjuk rasa yang damai. Apabila sampai terjadi ekses bentrokan dan kekerasan, tentunya hal itu menjadi perhatian yang serius bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan. Sebab, demokrasi tentu saja tidak menghendaki dan menjauhi kekerasan. Oleh sebab itu, inilah tugas dari pihak-pihak yang terlibat dalam pilkada untuk bekerja sesuai dengan jalur hukum yang berlaku tanpa adanya penyimpangan dan kecurangan yang disengaja atau karena kelalaian dalam seluruh proses pilkada. Kedewasaanlah factor utama dalam hal ini, terutama siap menang dan siap kalah. Bagaimanapun juga, kemenangan salah satu kontestan adalah kemenangan kita. (mimbar-opini.com) |
DALAM PILKADA, SIAP MENANG YA HARUS SIAP KALAH
Written By ichsan on Selasa, 06 Desember 2011 | 23.12
Label:
Opini