Banda Aceh, Aceh News
Bekas Sekretaris DPR Aceh, DR. Iskandar A Gani menilai, tindakan Gubernur Irwandi mengarah ke otoriter dan sewenang-wenang dalam melakukan pemecatan terhadap dirinya beberapa waktu lalu.Pemecatan tersebut diduga mengandung unsur kebencian dan kepanikan Gubernur Irwandi terhadap sikap DPR Aceh seputar Pemilukada.
“ Saya sekwan, jadi apa yang diperintahkan ketua dan pimpinan dewan harus saya jalankan. Kalau dia (gubernur Irwandi-red) benci ke DPR Aceh kenapa saya yang jadi korban,” sesal nya kamis (27/10) lalu kepada wartawan usai menjadi pemateri di acara “pemantapan politik bagi anggota DPRK dan Kader PA” yang berlangsung di Hotel Sultan, Banda Aceh.
Tanggapan pihak Gubernur Irwandi dalam persidangan di PTUN baru-baru ini, alasan pemecatan sekwan terjadi karena yang bersangkutan membaca keputusan dewan dalam sidang paripurna pengesahan qanun seputar pilkada di Aceh yang merupakan amanah dari UUPA sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan di Aceh. Akibat “kebencian” tersebut, surat pemecatan di keluarkan tanpa mengikuti prosedur yang ada dan tergesa-gesa tanpa melibatkan sekda selaku atasan langsung sekwan.
“ Pergantian pejabat dalam lingkungan Pemerintah Aceh adalah benar kewenangan Gubernur, namun kewenangan tersebut tidak boleh dijalankan secara semena-mena tanpa mengikuti kaidah dan ketentuan yang berlaku”, terangnya menjelang magrib di loby hotel milik anggota DPR Aceh dan Ketua Kadin Aceh, Firmandez.
Akibat pemecatan mendadak itu, Dosen Fakultas Hukum Unsyiah Banda Aceh itu mengaku mengalami kerugian yang sangat besar terutama dari segi nama baik (inmateriil) dan materiil di mana selama berbulan-bulan yang bersangkutan tidak memperoleh tunjangan dosen. Kegagalan memperoleh tunjangan disebabkan Gubernur Irwandi salah menempatkan yang bersangkutan usai pergantian mendadak itu.
“ Saya dosen berstatus PNS pusat, waktu di “pinang” dulu di kampus, kok waktu di campak saya di tempatkan di BKPP Aceh, saya bukan pegawai daerah. Jadi tindakan tersebut makin terlihat SK tersebut tergesa-gesa dan sarat kebencian,” nilai pengajar ilmu tata negara dan tetangga Gubernur Irwandi itu.
Iskandar meminta Gubernur Irwandi harus segera memulihkan nama baiknya dan memulihkan hak-haknya akibat pemecatan yang dinilainya sarat “kebencian”.
“ Pangkat saya lebih tinggi dari dia (Irwandi). SK saya di teken Presiden, Jadi berbeda dengan PNS daerah.Jadi dia seharusnya tidak berbuat sewenang-wenang (otoriter) kepada saya, karena pangkat saya lebih tinggi,kebetulan dia gubernur,” ujar pria yang aktif mengajar itu.
Dia juga menyesalkan sikap Unsyiah yang tidak ambil peduli terkait “insiden” tersebut, padahal, Unsyiah pihak yang di sepelekan oleh Gubernur Irwandi dalam hal ini.
“ Seharusnya Unsyiahlah yang menggugat keputusan tersebut, karena Unsyiah lah pihak yang dilecehkan.Namun demikian saya tidak mempersoalkan lagi dan biarkan saya membelanya,” katanya lagi.
Gugatan tersebut diambilnya untuk menjadi pembelajaran kedepan bagi penguasa dan masyarakat dalam melawan kesewenang-wenangan.
“ Kalau hari ini saya tidak memperjuangkan kebenaran, jadi kedepan akan menjadi preseden buruk bagi lainnya. Saya yang mengerti hukum saja di “kelabui”, bagaimana dengan yang tidak mengerti hukum?,” gugatnya sambil pamitan dengan wartawan. (TM)