- Teh Talua menjadi minuman khas di bagian barat Indonesia. di Riau minuman ini sangat banyak diminati masyarakat.
Di Riau dan daerah
yang dekat dengan kota itu, ternyata teh tak hanya dicampur dengan dua bahan di
atas. Tapi teh juga dipola, dicampur dengan kuning telur dan susu yang juga
dijadikan menuan saji di warung-warung kopi di Kota Riau. Teh Talua atau teh
telur. Sebuah minuman khas yang tak hanya sekedar untuk santai, namun minuman
ini penuh dengan gizi.
Malam ke empat dalam
agenda melakukan liputan Pekan Olahraga Nasional ke-18 di “Bumi Melayu lancing
Kuning” Pekanbaru, Riau. Saya diajak rekan yang dulu pernah menjadi Ketua PW
IPNU Riau. Rayhan berjalan-jalan sekedar keliling sebagian sudut Kota Pekanbaru
Riau.
Perjalanan malam itu
dimulai sekitar pukul 10 malam dengan menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan
sejak Jalan Sudirman, menyusuri Jalan Ahmad Yani, Sumatera, dan Juanda. Saya
berdiam diri dan tak banyak ngobrol. Rayhan kebetulan menunjukkan
lokasi kuliner kepada rekannya yang baru datang dari pulau Jawa. Saya hanya mendengarkan
percakapan mereka dan sesekali saja menyambung menimpal pembicaraannya.
Ada
belasan lokasi kuliner yang ditunjukkan Rayhan kepada temannya. Entah apa
maksudnya, padahal malam itu sama sekali tidak turun dari mobil untuk makan
malam, dan Malam itu juga, saya
dibawa rayhan mampir sebentar ke masjid bersejarah di kota itu. Masjid yang
dibangun oleh perintis Kota Pekanbaru. Cukup asli dan di masjid tersebut masih
ada sisa peninggalan zaman dulu. Yakni kubah emas yang masih dipertahankan di
mimbar khutbah masjid tersebut. Letaknya tak terlalu jauh dari Sungai Siak.
Setelah selesai
menunjukkan lokasi kuliner. Giliran saya yang akan mendapat jamuan dari Rayhan.
Saya tidak tahu rencana Rayhan malam itu. Dari arah Sudirman, jalan yang
membentang panjang di pusat Kota Pekanbaru itu mobil belok ke kiri. Menuju Jalan
Nangka. Tak jauh masuk ke dalam melewati Pasar Cipuat. Sopir yang membawa mobil
itu kemudian berhenti di tepi jalan di depan warung makanan yang berjajar rapi. “Kita minum dulu,”
kata Rayhan kepada saya. “Oke,” jawab saya
singkat dan turun dari mobil.
Jam sudah menunjukkan
pukul 12 malam lewat. Tapi suasana di jalan itu masih sangat ramai, begitu juga
di warung-warung makanan yang berjejer. Kami bertiga mengambil warung yang
paling tengah. “Teh telor tiga ya,”
kata rayhan kepada salah satu karyawan warung itu. Pesanan itu belum
dibuat. Saya bertanya pada Rayhan. “Minuman apa itu,” kata saya. “Saya pesan kopi saja
mbak,” kata saya kepada karyawan tadi. Rayhan langsung
mengklarifikasi saya. Karena tidak mau minum teh telor. “Kenapa tak minum,”
tanya Rayhan. “Saya tak biasa minum
yang belum saya kenal bang,” jawab saya.
Rayhan memaksa saya
untuk mencobanya dan segera memberi tahun karyawan tadi untuk membuatkan teh
telor tiga gelas.
Betul-betul aneh
menurut saya. Bagaimana mungkin teh dicampur dengan telor? Apa rasanya?
Mungkinkah saya bisa meminumnya?
Banyak sekali
pertanyaan dalam benak saya. Sekitar lima belas menit karyawan itu kembali ke
meja kami. Tiga gelas teh telor sudah disajikan kepada kami.
Saya melihat, bukan
lagi berbentuk teh benda itu. Namun buih seperti buih telor yang dikocok.
Baunya agak amis di hidung saya. Maklum saja, sebab saya belum pernah memakan
telor mentah. Meski orang kampung berkeyakinan kuning telor ayam kampung adalah
obat. Tapi saya tetap tak pernah mencoba.
Air teh di gelas itu
seperti tak sampai setengah gelas, ke atasnya adalah buih kuning telor. Di
bagian bawah gelas saya lihat ada putih susu yang meliris mengendap. Betul sekali itu
susu. Saya aduk benda itu. Dan begitu terdengar bau seperti adonan kue yang
biasa kakak saya buat menjelang lebaran. Tidak amisnya dalam
penciuman saya, karena kuning telor yang dikocok itu dicampur adengan susu.
Jadinya tak terlalu amis.
“Sruuutttttttt” saya
minum hampir habis setengah gelas. Rasanya, ya amis dan agak manis karena susu. “Ini minuman sehat.
Kamu harus minum, cocok untuk badan sebab telornya adalah telor kampung,” ujar
Rayhan.
Saya menurut saja.
Setelah saya minum lagi, benar tak terasa kalau itu adalah kuning telur. Meski
benda itu minuman asing di lidah saya, saya tetap menghabiskannya. Dengan empat
kali “sruuutttt”, habis satu gelas itu menyisakan buih yang tak mengalir.
Saya mulai ingin tahu
tentang minuman itu. Menurut Rayhan, minuman itu dibuat dengan bahan teh,
kuning telur, dan susu. “Tapi, rasanya akan
berbeda kalau kocokannya tak pas,” kata Rayhan.
Rayhan juga
mengatakan, tak sulit untuk mendapatkan teh telur di Kota Pekanbaru. Tinggal mampir
ke warung-warung. Pasalnya, mayoritas di warung-watung tepi jalan di kota itu
menyediakan teh telur.
Teh telur adalah
sebutan yang lazim. Pada dasarnya, minuman ini bernama Teh Talua. Talua adalah
bahasa minang yang artinya telur. Rekan saya, yang pernah melakoni tugas
jurnalistik di Pontianak,
Uji keesokan malamnya memberi tahu saya tentang
minuman itu. Dengan cepat saya bilang kalau saya sudah minum itu.
Uji ternyata begitu
lekat dengan minuman ini. Bahkan, ia tahu lokasi minuman khas Minang tersebut
di Kota Pontianak. Saya kaget ketika uji
mengatakan kalau di Pontianak seperti yang ia ketahui ada dua tempat yang
menyiapkan menu itu. Di rumah makan daerah Jalan Penjara dan di depan kantor
Bulog Kota Baru, Pontianak. (UKPI)