BANDA
ACEH, Aceh News - Kalangan ulama dinilai sosok yang
paling berpengaruh dalam proses kaderisasi pemimpin yang baik atau sebaliknya. Seperti
halnya di Meulaboh. Menurut Tokoh Masyarakat Meulaboh T Zainal TD, kebobrokan Aceh
Barat secara umum saat ini tak lepas dari sikap ulama yang memiliki pandangan pragmatis
terhadap pemerintahan.
Pandangan pragmatis tersebut
jelas Zainal bisa dilihat dari cara pandang ulama terhadap kandidat calon
bupati dan wakil Bupati Aceh Barat di setiap momentum Pemilukada. Silaturrahmi
yang dilakukan sejumlah kandidat selalu diidentikkan dengan iming-iming bantuan
dalam berbagai bentuk. Contoh kecilnya sebut Zainal, ”Kalau kandidat datang,
pasti ada tengku-tengku yang melapor atap mesjid bocorlah, keramik pecah,
pengeras suar rusak, dan banyak keluhan-keluhan lainnya,” jelas Zainal, Jum’at saat
di hubungi via seluler, Jum’at (02/03/2012).
Pada dasarnya hal
tersebut lumrah terjadi di masyarakat. menurutnya bisa jadi hal itu lantaran
pelaksana pemerintah sebelumnya tak mampu memberdayakan mesjid dengan baik.
Alhasil, para pengurus mesjid, dayah, dan sejumlah tempat-tempat ibadah lainnya
terseret dalam fenomena meminta-minta.
Bagi sejumlah kandidat
yang latah, fakta itu merupakan peluang untuk mengambil hati para ulama.
“Dengan mengambil hati para ulama, berarti mengambil hati masyarakat Meulaboh.
Tujuannyakan semata untuk Pemilukada, tidak ikhlas,” tandasnya.
Wajar saja jika budaya
seperti itu masih dipertahankan, saat terpilih kelak para pemimpin akan melakukan
korupsi dengan nilai yang tak kecil. Lumrahnya manusia, Zainal mengakui akan
selalu berharap mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari jumlah yang pernah
dikeluarkannya untuk hal tertentu.
“Nah, mungkin ulama
atau tengku kita nggak sadar akan hal ini,” pungkasnya berang.
Sebagai salah satu
calon bupati Aceh Barat, Zainal meminta kalangan ulama dapat memahami seluruh
tingkah-laku para elit politik dengan bijak. Dirinya meminta ulama menggiring
para kandidat untuk membentuk karakter kepemimpinan yang bersih dari semangat
korupsi, kolusi, hingga nepotisme. Dengan demikian, dia berharap,”Siapapun
pemimpin yang terpilih nanti merupakan orang-orang yang sudah teruji secara
mental, sosial, dan agamanya,” pinta Zainal.
Tak hanya mengkritisi
sikap ulama dalam momentum Pemilukada, Zainal juga menyorot pola fikir ulama
yang masih terjerat dengan doktrinasi simbolisasi. Katanya, lihat saja ucapan “Selamat
Datang di Kota Tasawuf”, begitu Meulaboh menabalkan diri pada setiap pengunjung
yang mengunjungi Aceh Barat. Menurutnya, pandangan itu sangat tidak tepat bagi
Meulaboh yang penuh dengan praktik asusila. “Meulaboh itu kota
daging babi merek cap unta. Artinya, merek aja cap unta sementara yang dimakan
itu daging babi,” papar Zainal.
Analogi yang
disampaikan Zainal bukan tak beralasan. Berdasarkan observasinya di berbagai
tempat, aktifitas maksiat baik seperti ‘Bisnis Lendir’, pemiskinan terstruktur,
penghancuran lingkungan warga, dan banyak maksiat lainnya masih terjadi disana.
Menariknya, bisnis lender dan beberapa hal tersebut justru ditukangi oleh
oknum-oknum yang dekat dengan pemerintah.
“Faktanya ulama kita
tidak pernah melakukan usaha yang berkesinambungan secara konstruktif, ilmiah,
dan persuasif untuk mengubah kondisi masyarakat. Pun ada pertemuan para ulama
di Meulaboh, tak lebih juga dari seremoni biasa. Tak ada tindaklanjut yang
konkrit,” katanya.
“Dan ulama masih
terjerbak dengan perang symbol-simbol keislaman tadi. Padahal dari dalam terus
digerogoti,” tambahnya lagi.
Di samping itu dia
menilai, sikap ulama yang pragmatis ini juga dilatarbelakangi oleh politik
tidak santun yang diterapkan oleh kandidat tertentu dan pelaksana pemerintah
demi mencapai ambisi dan kepentingannya. Seharusnya harap Zainal, para elit
politik tidak menggiring ulama dengan berbagai pendekatan untuk merealisasikan
kepentingan personal dan kelompok.
“Percayalah selama ini
banyak elit politik yang bersorak-sorai dengan keadaan ulama saat ini. Karena
hanya dengan cara demikian, peran ulama dapat diminimalir dari pemerintahan. Padahal
ulama harus mendampingi umara untuk menciptakan pemerintahan yang sehat dan
bersih,” tutupnya. (van)